Pratikum Teknik Pembuatan Filter pada Ekosistem Buatan berupa Aquarium
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Ekosistem
merupakan suatu kumpulan beberapa komunitas yang saling berinteraksi dengan
lingkungannya. Ekosistem perairan berdasarkan proses terbentuknya dibedakan
menjadi 2, yaitu ekosistem alami dan ekosistem buatan. Ekosistem alami
merupakan ekosistem yang terbentuknya secara alami seperti ekosistem mangrove,
ekosistem terumbu karang dan ekosistem lamun. Sedangkan ekositem buatan adalah
ekositem yang di buat oleh bantuan manusia seperti ekosistem aquarium.
Ekosistem
buatan (aquarium) dibentuk atau didesain sesuai dengan kondisi alaminya dan
bisa juga di berlakukan perlakuan untuk melihat pengaruh perlakuan tersebut.
Untuk membentuk kondisi alami pada aquarim harus memperhatikan beberapa factor.
Factor yang pertama penggunaan filter buatan, factor yang kedua
parameter-parameter baik fisika , kimia dan biologi.
Untuk
mengetahui filterasasi yang sesuai terhadap pertumbuhan karang dan
parameter-parameter yang menunjang kehidupan karang dapat di lakukan pada
ekosistem buatan berupa aquarium. Agar mempermudah pengamatan terhadap
ekosistem yang ingin diamati.
1.2.
Tujuan
1.
Mengetahui teknik
pembuatan filter pada aquarium
2.
Mengetahui nilai
dari parameter fisika, kimia, biologi pada aquarium
1.3.
Manfaat Praktikum
1.
Menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa.
2.
Dapat melatih
mahasiswa dalam mengumpulkan data melalui hasil pengamatan.
3.
Sebagai motivasi
untuk mahasiswa agar kedepannya lebih baik lagi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Aquarium
Aquarium merupakan sebuah vivarium biasanya ditempatkan disebuah tempat dengan sisi
yang transparan (dari gelas atau plastic berkekuatan tinggi), didalamnya
terdapat hewan dan tumbuhan air ditampung. Aquarium dugunakan untuk memelihara
ikan atau hewan lainnya. Aquarium pertama untuk umum didirikan di London,
Inggris pada tahun 1853.
2.2 Parameter
Fisika
2.2.1
Suhu
Suhu suatu badan
air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu
dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan
air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi
badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Peningkatan suhu
dapat menyebabkan peningkatan metabolisme dan respirasi organisme akuatik dan
selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu
perairan sebesar 100C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi
oksigen organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Peningkatan suhu ini disertai
dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaaan oksigen seringkali
tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan
proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya
peningkatan dekomposisi bahan organic oleh mikroba. Kisaran suhu optimum bagi
pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 200C - 300C
(Effendi 2003).
2.2.2
Salinitas
Salinitas adalah jumlah
berat semua garam (dalam garam) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya
dinyatakan dengan satuan ‰ (per mil, gram per liter/ppm). Alat yang digunakan
untuk mengukur kadar
garam adalah Hand Refraktometer.
Perbedaan salinitas
terjadi karena perbedaan dalam penguapan dan presipitasi. Nilai
salinitas pada perairan tawar biasanya kurang dari 0,5 ‰, perairan payau antara
0,5‰ - 30‰, dan perairan laut 30‰ - 40‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas
sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai (Effendi 2003).
2.2.3
Warna
Warna perairan
biasanya dikelompokkan menjadi dua yaitu wana sesungguhnya dan warna tampak.
Warna senungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia
terlarut. Pada penentuan warna sesungguhnya, bahan-bahan tersuspensi yang dapat
menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna
yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan
tersuspensi.
Warna perairan
ditimbulkan oleh adanya bahan organic dan bahan anorganik karena keberadaan
plankton, humus, dan ion-ion logam (misalnya besi dan mangan), serta
bahan-bahan lain. Warna dapat menghambat penetrasi cahaya kedalam air dan
mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis. Perbedaan warna pada kolom air
menunjukkan indikasi bahwa semakin dalam
perairan, semakin tinggi nilai warna karena terlarutnya bahan organic yang
terakumulasi didasar perairan. Warna dapat diamati secara visual (langsung)
maupun diukur berdasarkan skala platinum kobalt (dinyatakan dengan satuan
PtCo), dengan membandingkan warna air sampel dengan warna standar (Effendi
2003).
2.3 Parameter
Kimia
2.3.1
pH
Air di ekosistem mangrove bersifat alkali disebabkan
karena adanya kalsium dari cangkan moluska dan karang lepas pantai. Namun tanah
mangrove bersifat netral hingga sedikit asam karena aktivitas bakteri pereduksi
belerang dan adanya sedimentasi tanah lempung yang asam. Aktivitas bakteri
pereduksi belerang ditunjukkan oleh tanah gelap, asam dan berbau busuk.
(setyawan, et al 2002)
Tabel 1.
Pengaruh pH terhadap Komunitas Biologi perairan
Nilai pH
|
Pengaruh Umum
|
6,0 – 6,5
|
1.
Keanekaragaman
plankton dan benthos sedikit menurun.
2.
Kelimpahan
total biomassa dan produktivitas tidak mengalami perubahan.
|
5,5 – 60
|
1.
Penurunan
nilai keanekaragaman plankton dan benthos semakin tampak.
2.
Kelimpahan
total biomassa dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang
berarti.
3.
Algae
hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral.
|
5,0 – 5,5
|
1.
Penurunan
nilai keanekaragaman dan kompisisi jenis plankton, perifiton dan benthos
semakin besar.
2.
Terjadi
penurunan kelimpahan total dan
biomassa zooplankton dan benthos.
3.
Algae
hijau berfilamen semakin banyak.
4.
Proses
nitrifikasi terhambat.
|
4,5 – 5,0
|
1.
Penurunan
keanekaragaman dan kompisisi jenis plankton, perifiton dan benthos semakin
besar.
2.
Penurunan
kelimpahan total dan biomassa
zooplankton dan benthos.
3.
Algae
hijau berfilamen semakin banyak.
4.
Proses
nitrifikasi terhambat.
|
Sumber : modifikasiBaker et
al, 1990 dalam Effendi 2003.
Pada pH < 4,
sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH
rendah. Namun algae Chlamydomonas
acidophila masih dapat bertahan hidup pada pH yang sangat rendah yaitu 1
dan algae Euglena masih dapat
bertahan hidup pada pH 1,6 (Haslam, 1995 dalam Effendi 2003).
2.2.2.
DO (Oksigen Terlarut)
Atmosfir bumi
mengandung oksigen sekitar 210 ml/liter. Oksigen merupakan salah satu gas yang
terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami
bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas turbulensi air dan tekanan
atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan
atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Mills, 1996 dalam
Effendi, 2003).
Hubungan antara
kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu ditunjukkan dalam Tabel 2. Yang
menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu kelarutan oksigen semakin berkurang.
Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas
Tabel 3. sehingga kadar oksigen di laut
cenderung lebih rendah dari kadar oksigen di perairan tawar.
Tabel 2.
Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan udara 760 mm
Hg.
Suhu
(0C)
|
Kadar Oksigen Terlarut (mg/liter)
|
Suhu
(0C)
|
Kadar Oksigen Terlarut (mg/liter)
|
Suhu
(0C)
|
Kadar Oksigen Terlarut (mg/liter)
|
0
|
14,62
|
14
|
10,31
|
20
|
7,83
|
1
|
14,22
|
15
|
10,08
|
29
|
7,69
|
2
|
13,83
|
16
|
9,87
|
30
|
7,56
|
3
|
13,46
|
17
|
9,66
|
31
|
7,43
|
4
|
13,11
|
18
|
9,47
|
32
|
7,30
|
5
|
12,77
|
19
|
9,28
|
33
|
7,18
|
6
|
12,45
|
20
|
9,09
|
34
|
7,06
|
7
|
12,14
|
21
|
8,91
|
35
|
6,95
|
8
|
11,84
|
22
|
8,47
|
36
|
6,84
|
9
10
11
12
13
|
11,56
11.29
11,03
10,78
10,54
|
23
24
25
26
27
|
8,58
8,42
8,26
8,11
7,97
|
37
38
39
40
|
6,73
6,62
6,61
6,41
|
Sumber : Cole, 1983 dalam Effendi, 2003.
Tabel 3.
Hubungan antara kadar oksegen terlarut jenuh dan salinitas pada tekanan udara
760 mm Hg.
Suhu
(0C)
|
Salinitas (‰)
|
|||||||||
0
|
5
|
10
|
15
|
20
|
25
|
30
|
35
|
40
|
45
|
|
20
|
8,9
|
8,6
|
8,4
|
8,1
|
7,9
|
7,7
|
7,4
|
7,2
|
6,9
|
6,8
|
22
|
8,6
|
8,4
|
8,1
|
7,9
|
7,6
|
7,4
|
7,2
|
6,9
|
6,7
|
6,6
|
24
|
8,3
|
8,4
|
7,8
|
7,6
|
7,4
|
7,2
|
6,9
|
6,7
|
6,5
|
6,4
|
26
|
8,1
|
7,8
|
7,6
|
7,4
|
7,2
|
7,0
|
6,7
|
6,5
|
6,3
|
6,1
|
28
|
7,8
|
7,6
|
7,4
|
7,2
|
7,0
|
6,8
|
6,5
|
6,3
|
6,1
|
6,0
|
30
|
7,6
|
7,4
|
7,1
|
6,9
|
6,7
|
6,5
|
6,3
|
6,1
|
5,9
|
5,8
|
32
|
7,3
|
7,1
|
6,9
|
6,7
|
6,5
|
6,3
|
6,1
|
5,9
|
5,7
|
5,6
|
Sumber : Richard dan Corwin, 1956 dalam Effendi, 2003.
III. METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum Biologi Perairan ini dilaksanakan pada hari Kamis s/d Selasa,
tanggal 16 s/d 21 Juni 2011 bertempat di
Labolatorium Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji.
3.2 Alat dan
Bahan
Alat dan bahan membuat filter aquarium :
-
Bor - Pipa Paralon
-
Gergaji pipa - Elbow
-
Meteran - Tali Tangsi
-
Spidol -
Fiber
-
Cutter - Penggaris
-
Aquarium
Alat
pengukuran Parameter :
*
Thermometer air
raksa : untuk mengukur suhu di air
*
Lux : untuk
mengukur kadar pH dalam perairan
*
DO meter : untuk
mengukur kadar Oksigen terlarut dalam perairan
*
Refraktometer :
untuk mengukur kadar garam (salinitas) dalam perairan.
*
Tabung Erlemeyer
*
Botol BOD /
Winkler
*
Pipet tetes
Bahan pengukuran Parameter:
*
Larutan NaOH-KI à 10 tetes
*
MnSO4 à 10 tetes
*
H2SO4
à 20 tetes
*
Amilum à 3 tetes
*
Na2SO4
3.3
Metode Praktikum
a. Pembuatan Filter Aquarium
¨
Potong pipa
paralon menggunakan gergaji pipa sesuai dengan panjang dan lebar aquarium
¨
Sambungkan pipa
yang telah dipotong tersebut dengan menggunakan elbow
¨
Selanjutnya
potong fiber sesuai dengan panjang dan lebar aquarium yang telah diukur dengan
meteran
¨
Buat garis
dengan panjang 2 cm sevara vertical dan horizontal pada permukaan fiber
¨
Lubangkan fiber
pada titik pertemuan garis pada semua bagian dengan menggunakan bor untuk
menyerap air
¨
Setelah itu,
ikat fiber tersebut kerangkaian pipa paralon dengan menggunakan tali tangsi
¨
Masukan filter
tersebut ke dalam aquarium
b.Pengukuran
parameter
1. Suhu
- Celupkan thermometer air raksa kedalam aquarium
- Hitung suhunya
2. Salinitas
- Ambil
setetes air yang berasal dari aquarium
- letakan pada refraktometer
- Amati salinitas dan catat
3. pH
- celupkan lux kedalam aquarium
- Hitung p
4. DO
- Masukan air sample kedalam botol winkler jangan
terdapat gelembung udara
- Tambahkan 10 tetes NaOHKI
- Tambahkan 10 tetes MnSO4
- Kocok hingga menjadi endapan
- Tambahkan H2SO4 20 tetes ,
kocok hingga menjadi keemasan
- Masukkan iar tanpa endapan ke dalam eylemeyer 100 ml
- Masukkan tio sulfst 3 tetes menggunakan jarum suntik
- Tambahkan amilum 5 tetes hingga berubah menjadi
coklat
- Tambahkan tiosulfat hingga berubah menjadi bening
- Hitung tio sulfat yang terpakai
5. COD
- masukkan air sample dari
aquarium kedalam eylemeyer 100 ml
- masukkan pp 1 tetes
- Tambahkan Na2CO3 hingga
berubah menjadi pink
- Hitung Na2CO3 yang terpakai
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Parameter
Fisika Perairan
Suhu
Suhu
merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam lingkungan, suhu juga
dapat mengontrol proses kimia yang terjadi dalam lingkungan. Selain itu suhu
mempunyai peranan penting dalam menentukan jenis makhluk hidup yang berada di
perairan dipengaruhi oleh curah hujan, penguapan, kelambaban, udara, kecepatan
angin dan intensitas sinar.
Pada
pengukuran akuarium di labolatorium data yang diperoleh adalah;
−
Pengukuran I
Hari/tgl :
Kamis, 16 Juni 2011
Pukul :
11.30 WIB
Suhu : 260C
−
Pengukuran II :
Hari/tgl :
Senin, 20 Juni 2011
Pukul :
12.00 WIB
Suhu :
270C
−
Pengukuran III :
Hari/tgl :
Selasa, 21 Juni 2011
Pukul :
11.00 WIB
Suhu :
270C
Suhu air
permukaan di perairan Nusantara umumnya berkisar antara 280C - 310C. Hal ini
dikarenakan secara alami suhu air permukaan memang merupakan lapisan hangat
karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Kisaran suhu optimum bagi
pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 200C - 300C. Alat pengukur suhu yang umum dan universal digunakan dalam
pemantauan kualitas air adalah Thermometer celcius
b)
Salinitas
Salinitas
adalah jumlah berat semua garam (dalam garam) yang terlarut dalam satu liter
air, biasanya dinyatakan dengan satuan ‰ (per mil, gram per liter/ppm).
Perbedaan salinitas terjadi karena perbedaan dalam penguapan dan presipitasi. Pada
pengukuran salinitas yang terdapat di akuarium sea grass diperoleh data sebagai
berikut ;
−
Pengukuran I
Hari/tgl :
Kamis, 16 Juni 2011
Pukul :
11.30 WIB
Salinitas :
30 ‰
−
Pengukuran II :
Hari/tgl :
Senin, 20 Juni 2011
Pukul :
12.00 WIB
Salinitas :
30 ‰
−
Pengukuran III :
Hari/tgl :
Selasa, 21 Juni 2011
Pukul :
11.00 WIB
Salinitas :
30
Data
salinitas yang terdapat pada pengukuran I,II dan pengukuran III adalah 30 ‰ hal ini dikarenakan tidak
adanya pengaruh air tawar yang masuk kedalam akuarium ini sehingga menyebabkan
salinitas didalam perairan stabil. Alat yang digunakan untuk mengukur salinitas
adalah refraktometer.
4.2.
Parameter Kimia
a)
pH
Derajat
keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang besar terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan
air, sehingga sering digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan
air. Data yang diperoleh dalam pengukuran pH
adalah ;
−
Pengukuran I
Hari/tgl :
Kamis, 16 Juni 2011
Pukul :
11.30 WIB
pH :
8.6
−
Pengukuran II :
Hari/tgl :
Senin, 20 Juni 2011
Pukul :
12.00 WIB
pH :
8.01
−
Pengukuran III :
Hari/tgl :
Selasa, 21 Juni 2011
Pukul :
11.00 WIB
pH : 8.6
pH
pada perairan laut biasanya berkisar antara 7 - 8,6 hal ini dikarenakan air
laut bersifat netral dengan kata lain merupakan penetral segala rekasi kimia
yang terjadi dilaut. Alat yang digunakan untuk mengukur pH air adalah pH meter
atau pH pen.
b)
DO
Oksigen
terlarut (DO) merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di
dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari
kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan
untuk kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengukuran DO pada akuarium sea grass diperoleh data menggunakan
rumus sebagai berikut ;
Dengan N (Normalitas) = 0.025
−
Pengukuran I
Hari/tgl :
Kamis, 16 Juni 2011
Pukul :
11.30 WIB
DO :
7,24 mg/liter
−
Pengukuran II
Hari/tgl :
Senin, 20 Juni 2011
Pukul :
12.00 WIB
DO :
7,24 mg/liter
−
Pengukuran II I:
Hari/tgl :
Selasa, 21 Juni 2011
Pukul :
12.00 WIB
DO : 5,95 mg/liter
Berdasarkan
data DO diatas dapat dilihat bahwa tingkat oksigen terlarut yang terdapat di akuarium
rendah. Hal ini di pengaruhi oleh hasil fotosintesis fitoplankton atau tanaman
air yang terdapat diperairan.
c)
COD
COD
merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organic. Berdasarkan hasil pengukuran COD pada akuarium sea grass
diperoleh data menggunakan rumus sebagai berikut ;
Dengan N (Normalitas) = 0.045
−
Pengukuran I
Hari/tgl :
Kamis, 16 Juni 2011
Pukul :
11.30 WIB
COD :
39.6 mg/liter
−
Pengukuran II
Hari/tgl :
Senin, 20 Juni 2011
Pukul :
12.00 WIB
COD :
19.8 mg/liter
−
Pengukuran II :
Hari/tgl :
Selasa, 21 Juni 2011
Pukul :
12.00 WIB
COD : 49.5 mg/liter
V. PENUTUP
5.1 kesimpulan
Berdasarkan
hasil pengukuran kualitas air yang telah dilaksanakan pada kegiatan praktikum pada hari kamis s/d selasa, tanggal 16 s/d 21
Juni 2011 di Labolatorium Fakultas Kelautan dan
Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji maka dapaat disimpulkan sebagai
berikut ;
Parameter Fisik Perairan
a)
Suhu : 26˚C, 27˚C dan
27˚C
b)
Salinitas : 30‰, 30‰dan 30‰
Parameter Kimia
a)
pH : 8.6,
8.01dan 8.6
b)
DO : 7.24 mg/liter,
7,24 mg/liter dan 5.95 mg/liter.
c)
COD : 39.6
mg/liter, 19.8 mg/liter dan 49.5 mg/liter
5.2
Saran
Praktikum biologi laut yang telah
dilakukan dapat dikatakan kurang sempurna seutuhnya, kendala utamanya terletak
sarana dan prasarana yang kurang memadai. Diharapkan untuk praktikum
selanjutnya dapat sarana dan prasarana sudah dapat memadai.
DAFTAR PUSTAKA
·
Bengen,
Dietriech. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya
Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan. Institut Pertanian Bogor.
·
Effendi,
Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.
·
Nontji,
A.2007. Laut Nusantara. D.Jambatan. Jakarta.
·
Pratiwi,
Rianta.2008. Pesona Laut Kita.Coremap: Jakarta.
·
Supangat, Agus.
2003. Kondisi
Ekosistem Pesisir Pulau Bintan. DKP:
Jakarta.
0 Response to "Pratikum Teknik Pembuatan Filter pada Ekosistem Buatan berupa Aquarium"
Post a Comment