TUGAS EKOTOKSITOLOGI
(SUMBER PENCEMAR
ANORGANIK DAN ORGANIK SINTETIK)
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar belakang
Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup NO. 02/MENKLH/I/1998 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air dan
udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain kedalam air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi)
air/udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas
air/udara turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air/udara menjadi
kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Semakin meningkatnya perkembangan industri,
baik industri migas, pertanian, maupun industri non-migas lainnya, maka semakin
meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah yang
disebabkan oleh hasil buangan industri-industri tersebut. Hal ini merupakan
deret ukur dari pertumbuhan pabrik, jumlah mobil, jumlah penduduk, dan konsumsi
bahan bakar fosil (minyak bumi). Dalam kehidupan sehari – hari kita membutuhkan
air yang bersih untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan kepentingan lainnya.
Air yang kita gunakan harus berstandar 3B yaitu tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak beracun. Tetapi banyak kita lihat air yang berwarna keruh dan berbau
sering kali bercampur dengan benda – benda sampah seperti plastik, sampah
organik, kaleng dan sebagainnya. Pemandangan seperti ini sering kita jumpai
pada aliran sungai, selokan maupun kolam- kolam. Air yang demikian disebut air
kotor atau air yang terpolusi. Air yang terpolusi mengandung zat- zat yang berbahaya
yang dapat menyebabkan dampak buruk dan merugikan kita bila di konsumsi.
Keadaan air yang ada disungai-sungai, danau,
dan laut yang berada di Indonesia, sebagian besar sudah terkontaminasi oleh
berbagai bakteri-bakteri buruk seperti mikroorganisme patogen yang ditimbulkan
dari berbagai aktifitas manusia, sampah-sampah rumah tangga yang dibuang ke
sungai, limbah-limbah dari kegiatan rumah tangga yang di buang kesungai.
Kegiatan seperti ini secara tidak langsung telah mencemari air, sehingga air
sungai, danau, laut, yang seharusnya bisa kita gunakan untuk keperluan
sehari-hari namun kini kita tidak bisa menggunakan sesuai fungsinya.
Limbah dari hasil kegiatan rumah tangga yang
mencemari air jika terus menerus dibiarkan maka lambat laun akan menghasilkan
dampak buruk yang sangat luar biasa bagi semua makhluk hidup yang membutuhkan
air. Dampak yang dihasilkan bisa berupa krisis air bersih, dan bagi makhluk
hidup yang berada di dalam air seperti ikan dan plankton dampak terburuknya
adalah kematian. Bagi manusia jika mengkonsumsi hewan air yang tempat
tinggalnya sudah tercemar tentu itu akan berakibat buruk bagi kesehatan
manusia. Umumnya jika air sudah mengalami pencemaran yang cukup tinggi maka
hewan air yang berada di dalamnya juga sudah tercemar. Jadi, jika hewan air
seperti ikan kita konsumsi sudah pasti yang mengkonsumsi tersebut akan
mengalami gangguan kesehatan. Berbagai kegiatan- kegiatan seperti industri maupun kegitan rumah tangga
tersebut menghasilkan berbagai macam jenis limbah seperti limbah organik dan
anorganik.
Berdasarkan dari permasalahan diatas, maka
dari itu penulis kali ini ingin membahas makalah tentang “ Sumber Pencemaran Air Yang Berasal Limbah Anorganik dan Organik Sintetis ”. Karena kita sebagai manusia yang selalu menghasilkan limbah dari
kegiatan kita sehari-hari kita kurang memperhatikan akibat dari perbuatan kita.
b.
Rumusan masalah
1. Apa itu sumber pencemar?
2. Apa yang dimaksud dengan bahan pencemar
anorganik?
3. Apa yang dimaksud dengan pencemar organik
sintetik?
c.
Tujuan
1. Mengetahui sumber – sumber pencemar
2. Mengetahui bahan pencemar anorganik
3. Mengetahui bahan pencemar organik sintetik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a.
Sumber pencemar
Sumber pencemaran
adalah setiap kegiatan
yang membuang bahan pencemar. Bahan
pencemar tersebut dapat
berbentuk padat, cair,
gas atau partikel tersuspensi dalam kadar tertentu
ke dalam lingkungan, baik melalui udara,
air maupun daratan pada akhirnya akan
sampai pada manusia.
b.
Bahan pencemar anorganik
Berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan jumlah ion logam dalam air. Limbah ini berasal dari
industri yang melibatkan unsur logam Pb, As, Cd, Hg, Cr, Ni, Ca, Mg, Co,
misalnya pada industri kimia,
elektronika,elektroplating.Ion logam Ca dan Mg menyebabkan air sadah yang mengakibatkan korosi pada alat besi,
menimbulkan kerak/endapan pada peralatan proses seperti tangki/bejana air, ketel uap, dan pipa penyalur. Ion logam Pb,
As, Hg bersifat racun sehingga air tidak dapat untuk minum
c.
Bahan pencemar organik sintetik
Bahan pencemar organik sintetik
adalah limbah yang dapat membusuk/terdegradasi oleh mikroorganisme akibat
penggabungan 2 unsur senyawa kimia. Adapun unsur senyawa kimia tersebut adalah
C, H, O.
BAB III
STUDI KASUS
1. Pencemaran Air Laut
di Teluk Buyat , Minahasa Akibat Logam
Berat ( Anorganik)
Teluk Buyat, terletak
di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah tailing
(lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).
Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS, tersebut membuang sebanyak 2.000
ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah ikan
ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna
hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada
sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki benjol-benjol di leher,
payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.
Sejumlah laporan
penelitian telah dikeluarkan oleh berbagai pihak sejak 1999 hingga 2004.
Penelitian-penelitian ini dilakukan sebagai respon atas pengaduan masyarakat
nelayan setempat yang menyaksikan sejumlah ikan mati mendadak, menghilangnya
nener dan beberapa jenis ikan, serta keluhan kesehatan pada masyarakat. Dari
laporan-laporan penelitian tersebut, ditemukan kesamaan pola penyebaran logam-logam
berat seperti Arsen (As), Antimon (Sb), dan Merkuri (Hg) dan Mangan (Mn),
dimana konsentrasi tertinggi logam berbahaya tersebut ditemukan di sekitar
lokasi pembuangan tailing Newmont. Hal ini mengindikasikan bahwa pembuangan
tailing Newmont di Teluk Buyat merupakan sumber pencemaran sejumlah logam
berbahaya. Namun demikian, sejumlah Menteri, diantaranya Menteri Lingkungan
Hidup Nabiel Makarim, mengeluarkan pernyataan bahwa Teluk Buyat tidak tercemar.
Menteri Kesehatan Achmad Sujudi bahkan mengatakan seolah-olah penyakit yang
diderita oleh masyarakat Teluk Buyat adalah penyakit kulit dan akibat
kekurangan gizi.
Perdebatan yang
selama ini muncul terkait dengan dugaan penyakit Minamata seperti yang pernah teradi di Jepang lebih dari tiga dekade yang
lalu. Padahal penyakit Minamata itu adalah penyakit akibat kontaminasi merkuri, sedangkan di Teluk
Buyat yang terjadi adalah kontaminasi sejumlah logam berat: arsen, merkuri,
antimon, mangan, dan senyawa sianida. Jadi, yang harus diverifikasi atau diuji
adalah keterkaitan antara keluhan-keluhan masyarakat atau penyakit mereka
dengan gejala-gejala seperti dada panas,
rasa mual, mudah lelah dan lupa, kolaps, dan kanker kulit.
Dari berbagai laporan
penelitian, termasuk yang dilakukan WALHI, sejumlah konsentrasi logam berat
(arsen, merkuri, antimon, mangan) dan senyawa sianida pada sedimen di Teluk
Buyat sudah tinggi. Jika dibandingkan pada konsentrasi logam berat sebelum
pembuangan tailing (data dari studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan/AMDAL
tahun 1994), konsentrasi arsen di daerah dekat mulut pipa tailing di Teluk
Buyat meningkat hingga 5-70 kali lipat (data WALHI dan KLH 2004). Konsentrasi
merkuri meningkat 10 kali lipat di sekitar pipa pembuangan tailing.
2. Pencemaran Air Laut di Batam Akibat Limbah Anorganik .
Seorang nelayan di Tanjung Bemban, Kecamatan
Batu Besar, Batam, Kepulauan Riau, menyekop cairan limbah minyak hitam (sludge
oil) yang mencemari pesisir Tanjung Bemban. Setiap harinya ada 10 nelayan yang
membersihkan limbah minyak hitam. Limbah minyak hitam yang mencemari pesisir
Tanjung Bemban berasal dari kapal-kapal minyak yang membuang minyak dari
perairan internasional di Selat Singapura. Dampak dari limbah minyak tersebut
sangat besar. Selain menghabiskan biaya untuk pembersihan, pesisir dan pantai
yang menjadi objek wisata menjadi kotor dan tercemar. Sehingga wisatawan enggan
datang yang membuat pelaku pariwisata, seperti restoran dan penyewaan
pelampung, terhenti sesaat. Limbah minyak hitam juga mengganggu aktivitas
nelayan. Plankton dan biota laut di sekitar pesisir pantai terancam hilang.
Ritual pembersihan limbah minyak hitam di wilayah tersebut menjadi acara rutin
setiap tahun. Acara ini tidak memiliki kemajuan yang berarti. Karena perilaku
seseorang tidak akan berubah ketika limbah setiap tahun dibersihkan. Cenderung
pihak kapal minyak akan terus membuang limbah ke laut.
Pencemaran
laut akibat limbah minyak tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga mengganggu
fungsi ekosistem laut. Organisme akuatik seperti terumbu karang, hutan mangrove
dan ikan semakin terganggu. Kendati sering terjadinya pencemaran limbah dari
kapal minyak. Tetapi belum pernah masyarakat yang menangkap basah pelaku
tersebut. Limbah yang dibuang tidak saja limbah cair tetapi juga limbah padat.
Pencemaran limbah yang dilakukan ini telah merusak biota laut terutama terumbu
karang. Kondisi terumbu karang pada umumnya di Indonesia semakin menurun.
Begitu pula yang terjadi di Batam. Akibat pencemaran limbah, kondisi terumbu
karang semakin lama semakin menurun. Menurut salah satu narasumber, pembuangan
limbah oleh kapal minyak dilakukan pada malam hari, ketika gerhana sedang
melakukan aktivitasnya. Pembuangan limbah secara sembunyi ini, dikarenakan
kurangnya tingkat pengawasan dari Pemerintah Daerah untuk bertindak tegas. Berikut
akan dijelaskan mengenai tingkat pengawasan Pemerintah Daerah dalam mengatasi
masalah pencemaran limbah.
a. Tingkat Pengawasan
Pemerintah Daerah
Tingkat
pengawasan Pemerintah Daerah dalam Pembuang Limbah Kapal Minyak di Batam masih
kurang. Tidak adanya upaya pengusutan ketika ada praktek pembuangan limbah dari
kapal-kapal tersebut. Proses pengusutan ini memang tidak mudah. Tetapi
Pemerintah Daerah seharusnya perlu melakukan kerja sama dengan Negara-negara
tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Kerja sama ini bertujuan untuk
mencegah pembuangan minyak hitam dari kapal-kapal minyak di Selat Singapura
serta Selat Malaka. Sebagai perbandingan, Pemerintah Malaysia, termasuk
Singapura, serius dalam menyelesaikan persoalan limbah asap ketika terjadi
kebakaran hutan di Indonesia. Begitu pula dalam upaya pencegahan pembuangan dan
pencemaran limbah minyak hitam di perairan Selat Singapura, termasuk Selat Malaka,
tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah sendirian. Perlu adanya kerja sama
antar Negara di bidang lingkungan hidup untuk mengatasi pencemaran dari
kapal-kapal minyak di perairan interasional. Selain kerja sama, Indonesia belum
mempunyai alat untuk mendeteksi kapal-kapal yang melintas di laut termasuk
aktivitasnya. Sehingga jika ada kapal yang membuang limbah, tidak dapat
diketahui.
Negara
tetangga yaitu Singapura sudah mempunyai alat untuk mendeteksi aktivitas semua
kapal yang melewati perairan mereka. Sehingga tidak ada yang berani membuang
limbah di wilayah tersebut. Singapura, juga telah memiliki cara menanggulangi limbah yang terlanjur mencemari
laut. Sehingga tidak menyebabkan pencemaran yang dapat menyebabkan biota laut
mati. Penjelasan di atas menyebutkan bahwa Indonesia masih kurang dalam
pengawasan mengenai pengaturan pembuangan limbah ke laut. Ada aspek oknum yang
mengatur mudahnya kapal minyak melakukan pembuangan limbah. Selain oknum, ada
perilaku yang melihat bahwa ketika limbah dibuang ke laut, sudah ada pihak lain
yang dapat membersihkan limbah tersebut. Pernyataan ini termasuk pernyataan
yang salah. Tidak dapat menyelesaikan masalah, melainkan menimbulkan masalah
baru. Biota laut semakin berkurang, berakibat penghasilan nelayan semakin
menurun. Pencemaran limbah yang dilakukan oleh kapal minyak ini perlu diatasi.
Bukan diatasi dengan membersihkan limbah setiap tahunnya. Tetapi dengan adanya
pencegahan daripembuangan limbah tersebut. Serta tindakan tegas kepada
perusahaan kapal minyak tersebut yang telah mencemari laut dengan pembuangan
limbah. Solusi yang ditawarkan harus bersifat berkelanjutan, bukan bersifat
sementara.
b. Proses
Berkelanjutan
Proses
berkelanjutan yang diberikan dalam mengatasi Pencemaran Limbah Kapal Minyak di
Batam terdiri dari tiga proses. Pertama, penyediaan alat untuk mendeteksi
kapal-kapal yang akan membuang limbah di perairan Batam maupun daerah lain di
Indonesia. Alat ini sudah digunakan oleh Negara tetangga, yaitu Singapura.
Biaya yang dikeluarkan mungkin tidak sedikit. Tetapi ketika alat ini sudah
digunakan di perairan Indonesia, kualitas air Indonesia semakin terjaga. Serta
kondisi biota laut terutama terumbu karang menjadi terjaga. Kedua, penegakan
hukum yang tegas. Indonesia sampai saat ini belum ada tindakan tegas, tidak
hanya pencemaran air dari limbah kapal minyak, tetapi masalah-masalah lain.
Seperti penebangan hutan mangrove di kawasan konservasi yang terdapat di
Kalimantan Timur, penebangan hutan mangrove untuk lahan tambak di Sumatera
Utara, dan kasus-kasus lingkungan lainnya. Kepentingan ekonomi lebih
ditingkatkan daripada kepentingan lingkungan. Lingkungan semakin terkikis
akibat kekuasaan ekonomi yang meluas atas lingkungan. Ketiga, pengontrolan dari
peraturan yang ada. Seringkali terjadi, peraturan dijalankan hanya pada tahap
awal untuk membuktikan bahwa perusahaan tersebut peduli terhadap lingkungan.
Kemudian, mereka melakukan kerusakan lingkungan kembali. Pengontrolan bertugas
untuk penjagaan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan dapat berjalan secara
terus menerus. Ketiga proses ini, akan mendapatkan suatu pembangunan
berkelanjutan, yang tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi mempertahankan
penghasilan nelayan dalam melaut.
3. Pencemaran Air Akibat
Limbah Pertanian di Sungai Ciliwung , Limbah Organik Sintetis
Usaha
meningkatkan produksi pertanian, baik kuantitatif maupun kualitatif, telah
didukung dengan penggunaan pestisida. Walaupun konsep pest management atau
integrated pest control‖ dilakukan, yaitu pestisida hendaknya digunakan
sesedikit mungkin dan apabila diperlukan saja, namun pada umumnya usaha
proteksi tanaman seringkali dilakukan dengan semata-mata mempertimbangkan bahwa
hama dan penyakit tanaman harus dapat diberantas dengan mudah dan cepat,
sekalipun keadaan ini hanya dicapai untuk sementara. Oleh karena itu
pemberantasan hama dan penyakit tanaman hampir senantiasa diartikan penggunaan
pestisida, sehingga bermacam-macam pestisida banyak digunakan yang juga
menimbulkan berbagai dampak negatif (Sastroutomo, 1992).
Penggunaan
pestisida untuk memberantas hama ternyata menimbulkan berbagai masalah
lingkungan, antara lain terjadinya pencemaran lingkungan perairan. Permasalahan
tersebut berkaitan erat dengan sifat pestisida yang beracun dan dapat
mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk biota bukan sasaran
(non target). Selain itu pada umumnya pestisida memiliki daya tahan yang
relative lama untuk didegradasi di lingkungan, sehingga dapat mempengaruhi
ekosistim dalam jangka panjang (Yudha, 1999).
Pestisida
yang digunakan pada lahan pertanian sawah, sebagian atau bahkan seluruhnya akan
jatuh dan masuk ke dalam air sehingga mencemari perairan. Hasil penelitian
Ekaputri (2001) membuktikan bahwa perairan Sungai Ciliwung – Jawa Barat yang
mengalir melewati daerah Bogor, Depok dan Jakarta mengandung residu insektisida
endosulfan dengan konsentrasi berkisar antara 0,7 – 4,0 μg/L.
Kegiatan
pertanian telah terbukti dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, khususnya
pencemaran air. Pencemaran tersebut terkait dengan pemakaian pestisida. Beberapa
faktor dari kegiatan pertanian yang dapat menyebabkan pencemaran adalah
perilaku penggunaan pestisida, dan jarak area pertanian dengan perairan.
Kandungan
fosfat pada pestisida cenderung dapat merangsang pertumbuhan gulma air dan
eceng gondok. Selain itu kandungan dari fosfat yang sebagian merupakan
residu dapat meresap ke tanah dan mencemari air tanah dan selanjutnya masuk ke
daerah aliran sungai (DAS). Kondisi tersebut apabila berkelanjutan
tentu dapat mengganggu aktivitas manusia, hal tersebut dikarenakan air juga
dikonsumsi oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan tubuhnya akan
air. Penggunaan nitrogen dan fosfor yang berlebih mengakibatkan
terjadinya Eutrofikasi di perairan yaitu suatu
pengkayaan (enrichment) air dengan adanya nutrient (nitrogen dan fosfor)
yang berupa bahan anorganik dan sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dan dapat
mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Adanya
proses pengkayaan unsur hara pada air, menyebabkan ransangan terhadap
pertumbuhan ganggang dan makrofit yang akan menyebabkan memburuknya
sumber daya perikanan dan menurunnya kualitas air (Effendi, 2003). Hal yang
dapat dilakukan untuk mengurangi dampak Eutrofikasi yaitu
dengan tidak membuang kemasan sisa pestisida dan pupuk ke suangai atau perairan
lainnya, meningkatkan efisiensi pemanfaatan pupuk pada area pertanian sehingga
residu pupuk yang tererosi ke daerah aliran sungai dapat diminimalisir.
Kebijakan yang kuat mengenai penggunaan fosfor dalam bidang pertanian, peran
pemerintah dan seluruh masyarakat sangat penting terutama untuk mengelola,
memelihara, dan melestarikan sumber daya air demi kepentingan bersama.
4.
BAB IV
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Dari hasil diskusi kami dapat
disimpulkan bahwa pencemaran limbah anorganik dapat disebabkan oleh lumpur sisa
penghancuran sisa batu tambang yang terjadi di Telu Buyat mengakibatkan
perairan tercemar oeh logam berat sehinga banyak biota diperairan yang
mati dan pembuangan minyak hitam yang
tejadi di Selat Singapur mengakibatkan perairan di Tanjung Bemban mengalami
kerusakan ekosistem.
Pencemaran lingkungan yang
diakibatkan oleh limbah organik sintetik disebabkan oleh penggunaan pupuk
pestisida berlebihan yang dilakukan oleh petani dengan tidak memperhatikan
jarak pertanian dengan perairan sehingga menyebabkan residu dari kandungan
fosfat meresap ketanah dan mencemari
air tanah dan selanjutnya masuk ke daerah aliran sungai (DAS) dan menyebabkan
peningkatan produktivitas primer perairan.
b.
Saran
Sebaiknya pemerintah membuat
peraturan mengenai pembuangan limbah ke perairan dan memberikan sanksi yang
tegas terhadap para pelaku yang melanggar peraturan tersebut agar ekosistem
laut tetap terjaga kelestariannya.
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, azhar. 2012. PENCEMARAN AIR STUDI
KASUS KONDISI BIOTA LAUT TERUMBU DI PULAU BATAM AKIBATPEMBUANGAN LIMBAH KAPAL
MINYAK.
Margareta , nindia . 2015.PENCEMARAN AIR AKIBAT
PEMUPUKAN. http://megaretanindia.blogspot.co.id/2015/04/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
Purnomo , dony .
2009. LOGAM BERAT SEBAGAI PENYUMBANG PENCEMARAN AIR LAUT. https://masdony.wordpress.com/2009/04/19/logam-berat-sebagai-penyumbang-pencemaran-air-laut/.
Wardahana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran
Lingkungan. Andi Yogyakarta, Yogyakarta
Wahyu , dita .2013. ANALISIS AKTIVITAS PERTANIAN TERHADAP
PENCEMARAN AIR OLEH PESTISIDA. http://ditawahyukesling.blogspot.co.id/2013/05/analisis-pengaruh-aktifitas-pertanian.html
0 Response to "TUGAS EKOTOKSITOLOGI (SUMBER PENCEMAR ANORGANIK DAN ORGANIK SINTETIK)"
Post a Comment