jangan lupa klik ya guys

Laporan pratikum pengelolaan wilayah pesisir terpadu

Laporan pratikum
pengelolaan wilayah pesisir terpadu

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
           
Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya  wilayah ini merupakan suatu wilayah yang unik secara geologis, ekologis, dan merupakan domain biologis yang sangat penting bagi banyak kehidupan di daratan dan di perairan, termasuk manusia (Beatley et al,1994). Selain itu, Wilayah pesisir merupakan bentuk dari ekosistem dan sumberdaya yang sangat beragam, sehingga pesisir merupakan wilayah yang strategis bagi kondisi ekonomi dan kesejahteraan sosial serta pembangunan negara (Cincin-Sain and Knecht, 1998). Salah satu wilayah pesisir yang penting secara ekonomi dan ekologi adalah wilayah pesisir Kampung gisi desa tembeling kecamatan teluk bintan kabupaten bintan.

Pengaruh aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan merupakan penyebab utamanya. Kondisi kawasan pesisir diberbagai indonesia mengalami kerusakan ekosistem yang sangat mencemaskan, misalnya kerusakan terumbu karang, kerusakan mangrove, erosi , maupun pencemaran. Pencemaran merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan ekologis kawasan pesisir saat ini, umumnya disebabkan oleh akumulasi limbah dari aktivitas manusia di wilayah pesisir sendiri, maupun limbah dari aktivitas manusia dari daerah hulu dan hilir.
     
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut akan dapat berhasil jika dikelola secara terpadu (Integrated Coastal Zone Management, ICZM). Selain itu pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut seharusnya dilakukan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).  
Dalam pengelolaan tidak lepas dari tiga indikator utama dalam menejemen lingkungan yaitu adanya manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Upaya untuk meminimalkan dampak negatif dari suatu pengelolaan wilayah pesisir serta memelihara kestabilan ekosistemnya dapat dilakukan dengan menyusun suatu rencana pengelolaan berwawasan lingkungan sehingga penataan kawasan tersebut dapat lebih optimal dan tidak melampaui daya dukungnya. Dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir secara optimal dan berkelanjutan diperlukan arahan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu (Dahuri, 2000).

1.2 TUJUAN

Tujuan penulisan laporan pratikum ini adalah untuk menganalisa, menyusun strategi, dan membantu memberikan solusi dalam pengelolaan kawasan pesisir Kampung Gisi secara terpadu dan berkelanjutan, berdasarkan analisis terhadap sejumlah isu dan permasalahan serta karakteristik wilayah pesisir Kampung Gisi. 

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dimensi Pengelolaan Pesisir Kampung Gisi
     Secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan memilliki empat dimensi yaitu :
(1) Ekologis
(2) Sosial Ekonomi Budaya
(3) Kelembagaan
2.1.1 Dimensi Ekologis
2.1.1.1 Perikanan Laut
Perikanan laut merupakan salah satu sektor mata pencaharian didaerah Pesisir Kampung Gisi. Potensi perikanan laut sangat tinggi karena kelimpahan stok ikan. Hal ini disebabkan rendahnya produktivitas penangkapan ikan nelayan karena jumlah armada penangkapan yang masih terbatas dan jenis armada penangkapan berupa perahu tanpa motor (sampan) dan motor tempel. Komoditas perikanan yang ada dipesisir kampung gisi adalah ikan belanak., udang sondong, ketam, dan lokan.
2.1.1.2 Terumbu Karang (Coral Reefs).
Ekosistem terumbu karang didaerah pesisir kampung gisi tidak ada dikarenakan daerah perairannya banyak lumpur.
2.1.3 Padang Lamun (Seagrass)
Ekosistem padang lamun memiliki kemampuan menyuplai nutrien dan oksigen yang tinggi, sehingga memiliki produktivitas yang tinggi. Jenis lamun yang ditemukan adalah species cymodocea rotundata sp. Dan Enhalus acoroides sp.

2.1.4 Hutan Mangrove
Hutan mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi pantai dari angin, gelombang, dan badai. Substrat berlumpur dalam sampai sedang . Kondisi habitat dipengaruhi oleh pasang naik dan pasang surut. Hasil penelitian yang dilakukan di Kampung Gisi ditemukan 7 jenis mangrove yang terdiri mangrove yang terdiri dari Rhizopora apiculata, Xylocarpus granatum, Sonernatia alba, Lumnitzera Litorea, Scyphiphora hydropillaceae, Aegiceras floridium dan Avicenia alba.
Hasil penelitian mengenai zonasi mangrove menunjukkan pada zona I atau zona dekat dengan laut ditumbuhi oleh Rhizopora apiculata dengan kisaran salinitas 25 - 30‰. Zona II atau zona tengah ditumbuhi oleh jenis Scyphiphora hydropillaceae dengan kisaran salinitas 23 - 27‰ dan pada zona belakang atau zona lebih dekat ke arah daratan ditumbuhi oleh jenis Lumnitzera litorea dengan kisaran salinitas 21 - 27‰.

2.1.2 Dimensi Sosial, Ekonomi Dan Budaya
Pengelolaan berbasisi masyarakat dapat diartikan sebagai suatu system pengelolaan sumber daya alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal ditempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang terkandung didalamnya (Nurmalasari, 2001). Di Indonesia pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat sebenarnya telah ditetapkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut secara tegas menginginkan agar pelaksanaan penguasaan Negara atas sumber daya alam khususnya sumber daya pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat banyak, dan juga harus mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan masyarakat pesisir serta memajukan desa-desa pantai.
2.1.2.1 Persepsi Masyarakat
Dalam pengelolaan wilayah pesisir masyarakat sudah banyak yang mengerti. Masyarakt memahami pentingnya menjaga wilayah pesisir untuk kelesatrian yang berkelanjutan. Dengan memelihara lingkungan perairan tentunya akan menambah hasil penangkapan.
2.1.2.2 Partisipasi Masyarakat
 Masyarakat sekitar dalam pemanfaatan sumber daya memperhatikan aspek lingkungan dengan tidak merusak hutan mangrove dan menjaga lamun . Masyarakat juga  ikut dalam pelaksanaan rehabilitasi penanaman mangrove.
2.1.2.3 Pendapatan Masyarakat
Pendapatan masyarakat disaat ini agak menurun dikarenakan adanya limbah bauksit yang mencemari daerah pesisir. Sehingga menyebababkan kerusakn lamun dan mangrove.

2.1.3 Dimensi Kelembagaan Dan Hukum
Kebijakan pengelolaan dan pembangunan pesisir kampung gisi harus dilakukan dengan Co-Management melibatkan unsur-unsur pemerintah (goverment based management) baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah  yang bekerja sama dengan masyarakat lokal (community based management) dan investor (private sector) yang berwawasan lingkungan (Rudyanto, 2004).
2.1.3.1 Keberdaan Kelembagan Pengelola
Lembaga yang mengelola daerah pesisir adalah DKP namun Dinas Sosial juga memberikan bantuan berupa alat tangkap.
2.1.3.2 Tingkat Konflik Pengelolaan
Untuk saat ini belum terjadi konflik karna daerah penangkapan siapa saja bebas untuk melakukan penangkapan namun dengan catatan tidak merusak.

2.1.3.3 Pemahaman Masyarakat Tentang Kelembagaan
Masyarakat sudah tahu tentang lembaga yang mengelola daerah perikanan tersebut. Lembaga yang bekerja pada awalnya saja misalnya jika melakukan penanaman mangrove maka setelah itu dibiarkan begitu saja tanpa adanya pengontrolan lebih lanjut.
  
2.2 Permasalahan Pengembangan Pesisir Kampung Gisi
Pengembangan pesisir Kampung Gisi dihadapkan pada berbagai isu dan permasalahan. Beberapa isu dan permasalahan tersebut adalah :
1.      Belum optimalnya pemanfaatan perikanan tangkap dan budidaya. Hal ini diindikasikan dengan semakin sedikit pendapatan. 
2.      Potensi obyek pariwisata pantai dan pariwisata bahari yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan belum tersedianya infrastrur dasar yang memadai dan sarana prasarana pariwisata lainnya. Selian itu juga belum dilakukan prmosi terhadap potensi pariwisata di Kampung Gisi .
3.      Rendahnya kualitas sumber daya manusia, baik masyarakat maupun sumberdaya pada instansi pemerintah daerah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia erat kaitannya dengan bagaimana pengelolaan perikanan..
4.      Belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah secara langsung. Dengan demikian dukungan antar sektor terkait untuk pengembangan Pesisir Kampung Gisi belum optimal.
5.      Belum berkembangnya sistem informasi yang dapat memberikan akses pada informasi produk unggulan, pasar, dan teknologi. Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam penggunaan teknologi.

6.      Terjadinya kenaikan muka air laut (sea level rise) sebagai akibat fenomena pemanasan global (global warming) dan air limbah bauksit memberikan dampak yang serius terhadap wilayah pesisir yang perlu diantisipasi penanganannya. Secara umum kenaikan muka air laut akan dapat mengakibatkan perubahan arus laut dan berpotensi meluasnya kerusakan mangrove, meluasnya interusi air laut, ancaman terhadap sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan berkuarangnya luas daratan dan hilangnya pulau-pulau kecil.


II.  Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Pesisir Kampung Gisi
Besarnya potensi sumberdaya pesisir dan laut di Pesisir Kampung Gisi sudah sepatutnya dijadikan pertimbangan utama dalam pengelolaan Pesisir. Oleh karena itu pembangunan Pesisir Kampung Gisi harus mengedepankan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sebagai penghidupan yang lestari. Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan kualitas sumberdaya untuk mendorong pembangunan ekonomi secara berkelanjutan melalui pemberdayaan masyarakat, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dan ruang, dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi.

Kebijakan pengelolaan dan pembangunan Pesisir Kampung Gisi harus dilakukan dengan melibatkan unsur-unsur pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang bekerja sama dengan masyarakat lokal dan investor yang berwawasan lingkungan (Rudyanto, 2004). Pemanfaatan wilayah pesisir dan laut harus dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan daya dukung lingkungan  wilayah tersebut.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka beberapa kebijakan dan strategi harus berdasarkan kepada :
(1). pemahaman yang baik tentang proses-proses alamiah (eko-hidrologis) yang berlangsung di kawasan pesisir yang sedang dikelola,
(2) kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat, dan
(3) kebutuhan saat ini dan yang akan datang terhadap barang dan (produk) dan jasa lingkungan pesisir (Rahmawaty, 2004). 
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengelolaan pesisir Kampung Gisi harus dilakukan dengan dimensi keterpaduan ekologis, sosial, ekonomi, budaya dan klembagaan, serta keterpaduan antar stakeholders, sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai yaitu pertumbuhan ekonomi berupa peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, perbaikan kualitas lingkungan serta adanya kepedulian antar generasi. Kegiatan yang potensial dilakukan dalam pemanfaatan wilayah pesisir Kampung Gisi adalah kegiatan perikanan tangkap dan pariwisata bahari. Kolaborasi antara seluruh stake holder (pemerintah, masyarakat, dan swasta) memegang peranan penting dalam percepatan pengelolaan pembangunan Pesisir Kampung Gisi.

0 Response to "Laporan pratikum pengelolaan wilayah pesisir terpadu"

Post a Comment